A.
KEHAMILAN
Kehamilan
berasal dari kata latin “graviditas” yang berarti suatu fetus atau
embrio yang dikandung di dalam tubuh seorang wanita. Kehamilan biasanya
berlangsung rata-rata selama 40 minggu yang dimulai dari hari pertama menstruasi
terakhir. Menurut WHO, masa kehamilan normal berlangsung antara 37 – 42 minggu.
Masa kehamilan ini dibagi dalam tiga bagian yang sama atau trimester, yakni:
1. Trimester pertama: 1 – 14 minggu
2. Trimester kedua: 14 – 30 minggu
3. Trimester ketiga: 30 – 40 minggu
1.
Perubahan pada
Wanita Hamil
Kehamilan pada umumnya merupakan suatu proses
alamiah dalam kehidupan wanita, yang melibatkan perubahan hormonal yang
kompleks. Efek perubahan hormonal ini akan menyebabkan perubahan fisik dan
perubahan fisiologis.Perubahan-perubahan ini merupakan proses adaptif
(penyesuaian diri) selama masa kehamilan untuk kebutuhan perkembangan janin dan
persiapan untuk melahirkan.
Kehamilan melibatkan adaptasi maternal yang
meliputi perubahan-perubahan fisik dan fisiologis. Perubahan-perubahan
fisiologis yang terjadi, seperti: perubahan sistem kardiovaskular, hematologi,
respirasi, gastrointestinal, saluran kemih dan endokrin. Perubahan yang terjadi merupakan hasil dari
peningkatan sekresi hormonal dan pertumbuhan janin.
a.
Perubahan sistem
kardiovaskular
Sistem kardiovaskular
mengalami perubahan pada masa kehamilan. Perubahan sistem kardiovaskular
meliputi posisi dan ukuran jantung, peningkatan volume darah dan kardiac
output, penurunan tekanan darah dan kemungkinan mengalami sindrom supine
hipotensi.Uterus yang membesar menyebabkan diafragma mengalami elevasi,
sehingga jantung bergeser ke atas dan sedikit ke kiri dengan rotasi pada aksis
jantung. Selain itu, ukuran jantung meningkat sekitar 12% karena peningkatan
volume atau hipertropi otot jantung.
Perubahan vaskular pada
masa kehamilan ditandai dengan meningkatnya volume darah sekitar 32% dan
kardiac output sekitar 20-40%.Kardiak output sangat sensitif terhadap perubahan
posisi tubuh. Sensitivitas ini meningkat seiring dengan usia kehamilan, karena
uterus menekan vena kava inferior, sehingga terjadi penurunan aliran darah
balik ke jantung. Peningkatan kardiak output menyebabkan denyut nadi meningkat
10-20 denyutan per menit sebagai proses adaptasi maternal. Penurunan tekanan darah
terjadi pada trimester pertama. Tekanan
darah dapat menurun baik pada sistolik maupun diastolik. Tekanan darah sistolik
mengalami sedikit perubahan, namun tekanan darah diastolik menurun 5-10 mmHg
pada minggu ke 12-28 kehamilan. Setelah minggu ke 36 kehamilan, tekanan darah
akan meningkat seperti keadaan normal.
Sindrom supine hipotensi
adalah keadaaan yang mempengaruhi hampir 8% wanita hamil dan biasanya terjadi
pada trimesrter ketiga. Sindrom ini diakibatkan karena penekanan uterus pada
vena kava inferior dan terhalangnya venous return ke jantung pada saat
posisi terlentang. Keadaan ini menyebabkan penurunan tekanan darah dan
kehilangan kesadaran.
b.
Perubahan sistem respirasi
Perubahan sistem respirasi pada masa kehamilan diperlukan
untuk pertumbuhan janin dan kebutuhan oksigen maternal. Perubahan sistem
respirasi meliputi perubahan kebutuhan oksigen, dyspnea (sesak nafas)
dan peningkatan volume tidal.
Kebutuhan oksigen berubah
pada masa kehamilan. Kebutuhan oksigen wanita hamil akan meningkat sebesar 20 %
dan persediaan oksigen cadangan akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan wanita
hamil rentan mengalami hipoksia.
Produksi hormon seks wanita yang meningkat
akan mempengaruhi mukosa saluran respirasi. Hal ini ditandai dengan adanya
pembesaran pada nasofaring, laring, trakhea dan bronkus. Keadaan tersebut
menyebabkan perubahan suara dan pernafasan melalui hidung mengalami gangguan.
Oleh karena itu, keluhan dyspnea sering dijumpai pada wanita hamil.
Peningkatan volume tidal
disebabkan oleh uterus menekan diafragma ke atas. Pergeseran diafragma ini akan
menyebabkan kapasitas paru total menurun 4-5%. Kapasitas residu fungsional,
volume residu, dan volume cadangan respirasi mengalami penurunan sekitar 20%.
Volume tidal yang lebih besar dan volume residu yang menurun menyebabkan
peningkatan ventilasi alveolar sebesar 65% pada masa kehamilan. Selain itu,
kapasitas inspirasi meningkat 5-10%.
Perubahan hormonal juga
menyebabkan pembesaran mukosa saluran respirasi. Pernafasan melalui hidung akan
semakin sulit, sehingga wanita hamil cenderung bernafas dengan mulut, terutama
pada malam hari. Hal ini akan menyebabkan terjadinya xerostomia. Insidensi xerostomia pada
wanita hamil adalah sekitar 44%.
Xerostomia ini akan meningkatkan frekuensi karies gigi.
c.
Perubahan sistem hematologi
Perubahan sistem
hematologi yang terjadi adalah peningkatan volume darah, anemia dan peningkatan
faktor koagulan, kecuali faktor XI dan XIII. Peningkatan volume darah diperlukan untuk
mengkompensasi aliran darah ke uterus, kebutuhan metabolisme fetus dan
peningkatan perfusi pada organ lain terutama ginjal. Anemia yang terjadi pada wanita hamil disebabkan
karena peningkatan jumlah volume darah yang lebih besar daripada jumlah volume
sel darah merah. Faktor koagulan VIII-X akan meningkat, namun faktor XI dan
XIII akan menurun pada wanita hamil. Dengan demikan, kehamilan merupakan suatu
keadaan hiperkoagulasi. Keadaan hiperkoagulasi ini akan meningkatkan resiko
terjadinya trombosis.
d.
Perubahan sistem
gastrointestinal
Perubahan sistem
gastrointestinal terjadi karena perubahan hormonal dan akibat pembesaran
uterus. Perubahan tersebut terlihat dengan adanya nausea (rasa mual) dan
muntah. Nausea dan
muntah terjadi pada awal kehamilan yang dimulai dari 5 minggu setelah
menstruasi terakhir dan puncaknya terjadi sekitar 8-12 minggu. Setelah itu,
gejalanya akan perlahan-lahan menurun. Hal ini disebabkan karena kadar estrogen
dan progesteron yang meningkat. Nausea yang berlebihan akan menyebabkan
hiperemesis. Insidensi hiperemesis hanya terjadi sekitar 1% pada wanita hamil. Selain itu, nausea dapat
menyebabkan ptyalism (hipersalivasi). Hipersalivasi disebabkan karena
kemampuan wanita hamil yang nausea untuk menelan saliva menjadi
berkurang.
Peningkatan hormon gastin akan menyebabkan
peningkatan volume lambung dan penurunan pH lambung. Selain itu, pembesaran uterus menyebabkan
peningkatan tekanan intragastrik (gastric reflux).Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya pyrosis (heartburn). Insidensi heartburn
terjadi kira-kira 32-50% pada wanita hamil.
e.
Perubahan sistem saluran kemih
Perubahan sistem saluran
kemih meliputi peningkatan jumlah filtrasi glomerulus (GFR), perubahan biokimia
pada urin dan darah, dan infeksi saluran kemih. Peningkatan aliran plasma
ginjal sekitar 50-80% dan pada GFR sekitar 50%. Peningkatan ini sebagai akibat
dari peningkatan volume darah. Peningkatan GFR dan lemahnya kapasitas resorbsi
tubuler untuk menfiltrasi glukosa akan menyebabkan terjadinya glukosuria.
Peningkatan glukosa dalam urin akan meningkatkan insiden infeksi saluran kemih.
f.
Perubahan sistem endokrin
Hormon seks wanita yang
utama diproduksi oleh plasenta, yaitu: estrogen, progesteron dan gonadotrophin.
Hormon-hormon ini berpengaruh terhadap perubahan-perubahan fisiologis pada masa
kehamilan. Estrogen dan progesteron adalah hormon antagonis dari insulin.
Meningkatnya kedua hormon ini akan menyebabkan hormon insulin menjadi resisten,
sehingga hormon insulin akan meningkat sebagai proses homeostatik. Akan tetapi,
sekitar 45% wanita hamil tidak mampu memproduksi hormon insulin sehingga
keseimbangan tidak terjadi. Keadaan ini meningkatkan resiko terjadinya diabetes
gestational, terutama pada wanita yang mengalami obesitas dan memiliki riwayat
penyakit diabetes mellitus tipe II. Diabetes gestational biasanya terdeteksi pada masa trimester
ketiga kehamilan.
g.
Perubahan imunologi
Janin memiliki
separuh DNA dari sang ayah, sehingga sistem kekebalan tubuh ibu
mengenali dia sebagai "benda asing". Oleh karena itulah, selama
kehamilan, sistem kekebalan tubuh berubah agar tidak membahayakan bayi dalam kandungan. Perubahan dalam
sistem kekebalan tubuh ibu termasuk:
·
Meningkatnya
produksi macrophages, sel yang bertugas menghancurkan bakteri, namun
tidak memberikan jaminan untuk melindungi Anda dari infeksi bakteri.
·
Berkurangnya
aktivitas sel NK (natural killer), sel darah putih yang yang menyerang
sel-sel yang sudah terinfeksi virus atau bagian dari tumor.
·
Berkurangnya aktivitas
sel T, sel yang membantu mengontrol infeksi virus.
·
Berkurangnya
produksi cytokines, protein yang dilepaskan sel imunitas untuk membuat
sel-sel lain membantu melawan infeksi.
Dengan menurunnya fungsi sel T, ibu
hamil jadi lebih rentan terhadap infeksi,
yang
dulu tatkala sistem kekebalan tubuh berfungsi normal, tidak menyebabkan sakit. Dominic
Marchiano, asisten profesor obstetri dan ginekologi di Universitas
Kedokteran Pennsylvania, AS, mengatakan, penyakit yang disebabkan oleh virus
jadi lebih banyak dialami wanita pada saat dia hamil. Selain itu, kekebalan ibu
hamil yang menurun, akan semakin rendah, dipengaruhi oleh:
1. Aktivitas
harian yang tetap tinggi.
2. Faktor
cuaca yang berubah ekstrem, dari panas ke dingin.
3. Interaksi
dengan banyak orang, terutama yang tidak sehat.
4. Pola
hidup tidak sehat, misalnya kekurangan nutrisi.
2.
Hubungan Kehamilan
dengan Rongga Mulut
Kehamilan melibatkan perubahan-perubahan
hormonal kompleks yang menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis pada hampir
seluruh tubuh, termasuk rongga mulut.1 Perubahan-perubahan ini dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit mulut. Peningkatan resiko terjadinya penyakit mulut pada wanita hamil
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
a. Refleks muntah (gagging)
Pada trimester pertama
kehamilan, beberapa wanita hamil sulit menyikat gigi karena sikat gigi atau
pasta gigi merangsang refleks muntah. Hal ini menyebabkan penyikatan gigi sulit
dilaksanakan, sehingga meningkatkan frekuensi karies gigi.16
b. Nausea dan muntah
Insiden nausea dan
muntah sekitar 50-90% pada trimester pertama kehamilan. Muntah-muntah yang
berkepanjangan dapat menyebabkan permukaan lingual dari gigi anterior terpapar
asam lambung dan pH saliva berubah sehingga meningkatkan frekuensi karies gigi.
c. Perubahan pola makan
Kehamilan dapat mengubah
selera makan dan pola makan (kebiasaan mengidam). Pada umumnya nafsu makan
wanita hamil akan meningkat. Hal ini menjadi penyebab diet makanan menjadi
tidak seimbang. Selain itu, kebiasaan memakan makanan berkadar gula tinggi
dalam waktu yang lama akan meningkatkan frekuensi karies gigi.
d. Rasa takut
Keadaan gingiva yang lebih
sensitif terhadap pendarahan dan rasa sakit dapat mempengaruhi wanita hamil
untuk menjadi takut menggosok gigi. Keadaan ini menyebabkan poket periodontal
semakin dalam.4
Sebagian wanita hamil merasa takut untuk
melakukan kunjungan ke dokter gigi. Hal ini akan memperpanjang waktu pengabaian
diet yang tidak seimbang, akibatnya terjadi peningkatan konsumsi karbohidrat
berfermentasi selama kehamilan.
e. Perubahan perilaku / kebiasaan
Frekuensi kebersihan mulut
yang berkurang dapat disebabkan karena kelelahan atau rasa malas, nausea pada
saat menyikat gigi, kekhawatiran tentang kecenderungan meningkatnya pendarahan
gingiva saat menyikat gigi.Kebiasaan mengabaikan kebersihan gigi dan mulut ini
dapat berakibat terjadinya peningkatan frekuensi karies dan penyakit
periodontal.4
Hal-hal di atas
menunjukkan bahwa pada wanita hamil terjadi perubahan fisiologis yang disertai
dengan perubahan sikap dan perilaku yang tidak biasa. Oleh karena itu, penyakit
mulut yang terjadi pada masa kehamilan bukan semata-mata dipengaruhi oleh
kehamilan, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor sikap dan perilaku wanita
hamil.
3.
Dampak / Efek
Kehamilan terhadap Kesehatan Rongga Mulut
Kehamilan menyebabkan
perubahan fisiologis pada tubuh dan termasuk juga di rongga mulut.1 Hal ini dapat terlihat
terutama pada gingiva. Perubahan ini dipengaruhi oleh perubahan pada sistem
hormonal dan vaskular bersamaan dengan faktor iritasi.10 Efek kehamilan terhadap kesehatan rongga
mulut meliputi gingivitis kehamilan, tumor kehamilan, erosi gigi, karies gigi
dan mobiliti gigi.
a.
Gingivitis kehamilan
Gingivitis kehamilan
adalah peradangan gingiva pada wanita hamil. Prevalensi gingivitis kehamilan
terjadi sekitar 60-75%.Keadaan ini disebabkan karena meningkatnya hormon seks
wanita dan biasanya tidak terjadi tanpa keberadaan iritan lokal. Oleh karena itu, kehamilan
bukanlah penyebab langsung dari gingivitis kehamilan, tetapi perubahan
metabolisme jaringan pada kehamilan yang memperburuk respons gingiva terhadap
iritan lokal.
Gingivitis kehamilan
terlihat sejak bulan kedua dari kehamilan dan mencapai puncaknya pada bulan
kedelapan.Secara klinis, gingivitis kehamilan sangat bervariasi. Distribusi
peradangan biasanya generalisata, dan cenderung lebih menyolok pada sisi
interproksimal daripada sisi vestibular dan oral. Gingiva yang terlibat berwarna merah terang, lunak,
mudah tercabik, dengan permukaan yang licin dan berkilat. Pendarahan gingiva
bisa terjadi secara spontan atau disebabkan oleh iritasi ringan, seperti
gingiva cenderung berdarah pada saat menyikat gigi.19-21 Kadang-kadang, penderita akan mengalami sedikit
rasa sakit.
b.
Tumor Kehamilan
(granuloma pyogenik)
Tumor kehamilan adalah
lesi peradangan hiperplastik yang lunak. Prevalensi tumor kehamilan terjadi
sekitar 1,8-5 %.Keadaan ini disebabkan karena meningkatnya hormon seks wanita,
iritasi lokal dan bakteri.Tumor kehamilan sebenarnya bukanlah neoplasma,
melainkan respon inflamatoris terhadap iritan lokal yang dimodifikasi oleh
kondisi pasien.
Tumor kehamilan biasanya
terlihat pada trimester ketiga kehamilan, tetapi bisa juga terjadi lebih
cepat.Secara klinis, tumor kehamilan terlihat seperti massa bulat dan pipih
berwarna merah keunguan sampai merah kebiruan yang menjulur dari tepi gingiva
atau dari ruang interproksimal. Lesi ini biasanya terjadi di sekitar daerah
papilla interdental dan pada daerah-daerah yang terdapat iritan lokal. Lesi ini
lebih sering terjadi pada rahang atas terutama di sisi vestibular pada daerah
anterior dan dapat membesar menutupi mahkota gigi. Lesi ini biasanya tidak
disertai nyeri sakit, namun jika lesi berbentuk besar dapat menyebabkan
ulserasi yang disertai nyeri sakit. Selain itu, tumor kehamilan mudah berdarah
jika terkena injuri.
Meskipun tumor kehamilan berkurang besarnya
secara spontan setelah persalinan, penyingkiran lesi ini secara tuntas
memerlukan penyikiran semua bentuk iritan lokal.
c.
Erosi gigi
Erosi enamel adalah
kerusakan gigi pada bagian enamel. Selama masa kehamilan, rongga mulut lebih
sering terpapar pada asam lambung akibat rasa mual dan muntah yang dapat
merusak dental enamel. Keadaan
ini biasanya terjadi pada bagian palatal dari anterior rahang atas. Erosi gigi
lebih sering dialami oleh wanita hamil yang mengalami hyperemesis gravidarum.
d.
Karies gigi
Karies gigi adalah proses
demineralisasi enamel akibat asam yang berasal dari proses fermentasi
karbohidrat.Proses karies lebih cepat terjadi pada masa kehamilan. Keadaan ini
disebabkan karena pH saliva wanita hamil lebih asam daripada wanita tidak
hamil, kebiasaan memakan makanan berkadar gula tinggi, dan adanya rasa mual dan
muntah yang membuat wanita hamil malas memelihara kebersihan rongga mulut.
e.
Mobiliti gigi
Mobiliti gigi dapat
terjadi pada masa kehamilan. Keadaan ini disebabkan karena peningkatan hormon
seks wanita yang mempengaruhi jaringan periodontal, yakni ligamen periodontal
dan tulang alveolar yang mendukung gigi. Oleh karena itu, mobiliti gigi dapat
disebabkan oleh penyakit periodontal, seperti: gingivitis dan periodontitis.
4.
Dampak / Efek
Kesehatan Rongga Mulut terhadap Kehamilan
Berbagai penelitian
menunjukkan hubungan antara penyakit periodontal dengan kehamilan, berupa
persalinan dini, yaitu masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR).Bukti pertama adanya hubungan ini adalah penelitian
Galloway (1931) yang menunjukkan adanya efek infeksi bakteri dari penyakit
periodontal terhadap wanita hamil dan perkembangan fetus.
Offenbacher dkk melakukan
penelitian pada 93 wanita hamil yang melahirkan BBLR. Dengan memperhitungkan
faktor resiko lain seperti: merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan obat,
frekuensi perawatan prenatal, paritas dan infeksi saluran kemih, ditemukan
adanya hubungan yang signifikan antara BBLR dengan penyakit periodontal. Wanita
hamil dengan periodontitis mempunyai resiko tujuh kali lebih besar daripada
wanita hamil tanpa periodontitis untuk melahirkan BBLR.
Penelitian Offenbacher dkk
selanjutnya menemukan bahwa kadar PG2 lebih tinggi pada wanita yang melahirkan bayi dengan BBLR.
Selain itu, mereka juga menemukan bakteri patogen periodontal, yaitu B.
forsythus, P. Gingivalis, T. denticola dan A.
Actinomyecetemcomitans pada wanita hamil. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan antara penyakit periodontal dengan kelahiran BBLR.
Penyakit periodontal
disebabkan oleh bakteri anaerob gram negatif. Toxin dari bakteri ini berupa endotoksin
/ lipopolisakarida (LPS), yang akan mencapai uterus melalui aliran darah dan
merangsang respon inflamatori jaringan periodontal. Proses ini akan menimbulkan bakterimia. Oleh karena
itu, LPS akan memicu mediator inflamatori pada organ sistemik dan jaringan
periodontal, terutama sitokinin, tumor nekrosis faktor (TNF-α), interleukin
(IL-1ß), dan prostaglandin (PGE2)
yang dapat mempengaruhi kehamilan. Mediator ini dapat membahayakan unit fetoplasenta dengan
menimbulkan kontraksi otot rahim dan dilatasi leher rahim. Keadaan ini
meningkatkan resiko kelahiran BBLR.
Berikut adalah gambar mengenai mekanisme efek
penyakit periodontal terhadap kelahiran BBLR.
Periodontitis
|
Unit fetoplasenta
Peningkatan IL-1 ß, PGE2
Kontraksi otot rahim
Dilatasi leher rahim
|
Jaringan periodontal
Flora patogenik
Pelepasan LPS/endotoksin
|
Organ-organ sistemik
Terpapar LPS dan memicu
mediator untuk peningkatan sitokinin
|
Jaringan periodontal
Pelepasan mediator inflamatori secara local,
IL-1 ß, TNF-α, PGE2
|
Pada kenyataannya, perawatan penyakit
periodontal telah dibuktikan dapat mengurangi resiko kelahiran BBLR. Selain
itu, penelitian lain juga menunjukkan efek penyakit periodontal terhadap
kehamilan berupa resiko terjadinya pre-eklampsia.
B.
KELAHIRAN PREMATURE
1. Pengertian
Kelahiran prematur (preterm
birth) diartikan sebagai umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Kelahiran
bayi kurang dari 29 minggu dianggap sangat prematur dan disebut sebagai extremely
preterm birth sedangkan umur kehamilan kurang dari 33 minggu disebut very
preterm birth. Preterm low birthweight (PLBW) diartikan sebagai ibu
dengan kelahiran prematur dan bayi berberat badan lahir rendah.Berdasarkan World Health Organization (WHO),
bayi berberat badan lahir rendah diartikan sebagai berat badan bayi kurang dari
2500 gram dan kelahiran prematur diartikan sebagai umur kehamilan kurang dari
37 minggu dihitung dari hari pertama periode menstruasi terakhir.
2. Etiologi
kelahiran bayi prematur
Selama
dua dekade terakhir, diyakini kelahiran prematur memiliki hubungan dan mungkin
dipengaruhi oleh infeksi bakteri intra uterin.Telah dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai faktor-faktor resiko lainnya yang mungkin berpengaruh pada
kelahiran prematur. Faktor-faktor tersebut adalah usia ibu saat hamil, status
sosio ekonomi, status pernikahan, kebiasaan merokok, kesehatan mental, konsumsi
alkohol, terapi prenatal yang memadai, aktivitas fisik, penyakit kronis
(seperti asma dan diabetes) dan infeksi intra uterin. Status kesehatan ibu
sebelum kehamilan seperti berat badan rendah, riwayat hipertensi kronis, fungsi
fisik pra-kehamilan yang buruk dan kebiasaan merokok juga memiliki pengaruh
terhadap kenaikan resiko kelahiran prematur.Walaupun etiologi kelahiran
prematur bersifat multifaktorial, respon inflamasi infeksi adalah faktor utama
yang menyebabkan kelahiran prematur.
3.
Komplikasi Kelahiran Bayi Secara
Prematur
Kelahiran
bayi dengan berat badan rendah merupakan suatu penyebab utama kematian
perinatal dan kondisi bayi yang cacat atau abnormal. Bayi berberat badan lahir
rendah cenderung memiliki angka kematian 40 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi berberat badan lahir normal. Bayi berberat badan lahir
rendah juga cenderung memiliki resiko lahir cacat yang lebih besar.Komplikasi
kelahiran prematur tidak hanya beresiko terhadap ibu tetapi juga terhadap
janin. Bayi yang lahir prematur yang berhasil bertahan hidup pada masa neonatal
memperlihatkan gangguan perkembangan neurologi yaitu cerebral palsy,
kebutaan, kehilangan pendengaran; gangguan respirasi yaitu asma, infeksi
saluran nafas bagian bawah, bronchopulmonary dysplasia, penyakit paru
kronis; gangguan kebiasaan yaitu attention deficit hyperactivity disorder;
gangguan pembelajaran; gangguan kardiovaskular; abnormalitas metabolisme yaitu
obesitas dan diabetes melitus tipe dua.
C.
HUBUNGAN
INFEKSI PERIODONTAL DENGAN KELAHIRAN PREMATURE
1.
Mekanisme persalinan premature terhadap infeksi
Data dari penelitian hewan, in
vitro dan manusia seluruhnya memberikan gambaran yang konsisten bagaimana
infeksi balteri menyebabkan persalinan prematur spontan . Invasi bakteru rongga
koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi
desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk including
tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-1ß, interleukin-6,
interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating factor.selanjutnya,
cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sistesis prostaglandin dan
pelepasan dan juga mengawali neutrophil chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi,
yang memuncak dalam sistesis dan pelepasan metalloproteases dan zat bioaktif
lainnya. Prostaglandin merangsan kontraksi uterus sedangkan metalloprotease
menyerang membran korioamnion yang menyebabkan
pecah ketuban. Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks
dan melembutkannya.
Jalur yang lain mungkin
memiliki peranan yang sama baik. Sebagai contoh, prostaglandin dehydrogenase
dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin yang dihasilkan dalam
amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi
korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan
kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium. Jalus lain dimana infeksi
menyebabkan persalinan prematur melibatkan
janin itu sendiri. Pada janin
dengan infeksi, peningkatan hipotalamus fetus dan produksi
corticotropin-releasing hormone menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin
janin, yang kembali meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya
sekresi kortisol menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Juga, ketika
fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu untuk
persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif kompartemen maternal dan
fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui.
Gambar 3. alur yang memungkinkan dari
kolonisasi bakteri koriodesidua untuk persalinan premature
2. Dampak kelahiran prematur
dengan bayi berat badan lahir rendah
Dampak
dari proses persalinan prematur pada bayi cukup besar. Bayi dapat mengalami
kondisi berat badan lahir rendah dimana bayi lahir dengan berat badan kurang
dari 2.500 kg. Dengan ditemukannya metode perawatan intensif pada bayi yang
baru lahir pada tahun 1960 dan dengan ditemukannya terapi surfaktan pada tahun
1980 maka angka harapan hidup bayi prematur dengan berat badan lahir yang
rendah semakin meningkat. Meskipun demikian, jika dibandingakan dengan bayi
yang lahir dengan berat badan normal, bayi PLBW adalah 40 kali lebih rentan mengalami
kematian selama periode kelahiran. Bayi PLBW mewakili sekitar 10% dari seluruh
kelahiran hidup di Amerika Utara dan biaya perawatan medis untuk bayi premature
ini diperkirakan lebih dari 5 juta $ per tahun.
Bayi
PLBW yang tetap bertahan hidup dalam periode kelahiran akan menghadapi
tingginya risiko terkena gangguan saraf, gangguan kesehatan (seperti asma,
infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bawah dan infeksi telinga) serta
amonali kongenital. meskipun hampir sebagian besar anak-anak yang dahulunya
mengalami bayi PLBW terliaht normal pada saat pemeriksaan neurologis, namun
tingkat disfungsineuromotor anak-anak tersebut terlihat lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tingkat ganguan saraf tersebut adalah
berkisar dari abnormalitas ringan neuromotor sampai terjadinya serebral palsy
yang mana serebral palsy ini hampir 20% mengenai bayi yang lahir dengan berat
badan yang sangat rendah (berat badan bayi pada saat lahir kurang dari 1500
gr). Selain itu mereka juga mengalami masalah perilaku dengan prevalensi yang
cukup tinggi, seperti terjadinya kelainan hiperaktif yang mana anak tidak dapat
memusatkan perhatiannya pada suatu pelajaran dan juga mengalami kelainan
perilaku formal. Masalah belajar yang dialami oleh anak-anak yang dahulunya
mengalami LBW juga di laporkan oleh sebagian guru mereka termasuk rendahnya
prestasi di kelas, serta melalui penilaian keterampilan akademis secara klinis
ternyata anak-anak ini memperlihatkan rendahnya kemampuan membaca, pengucapan
dan berhitung. Penelitian intelektual dan fungsi akademik selama masa remaja
dari anak-anak yang lahir sebelum tahun 1960 menunjukan bahwa dampak buruk dari
bayi yang lahir dengan berat badan rendah tetap terjadi sampai masa remaja
meeka. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa bayi prematur yang tetap
bertahan hidup tidak akan terbebas dari gangguan kesehatan meskipun usianya
semakin dewasa.
3.
Pengaruh infeksi
terhadap kelahiran prematur
Infeksi untuk saat ini dipertimbangkan
sebagai salah satu penyebab bayi PLBW, yang mana pengaruhnya mencapai 30% sampai
50% dari keseluruhan kasus. Infeksi
bakteri pada korioamnion atau membran ekstraplasenta dapat mengakibatkan
terjadinya korioamnionitis yaitu suatu keadaan yang berhungan erat dengan
ruptur/pecahnya membran secara prematur dan mengakibatkan bayi lahir secara
prematur. Mekanisme biologisnya yaitu keberadaan bakteri memicu aktivitas
imunitas yang dimediasi oleh sel yang menyebabkan dihasilkannya sitokin seperti
interleukin (IL-1 dan IL-6) dan tumor necrosis Factor alpha (TNF-alpha) dan
sintesis serta pelapasan prostaglandin (terutama prostaglandin E (PGE). Secara
normalnya selama masa kehamilan, kadar mediator imunitas dalam cairan amnion
semakin meningkat secara fisiologis sampai akhirnya mancapai kadar yang
diperlukan untuk mendilatasi/melebarkan leher rahim dan merangsang kelahiran.
Namun oleh karena adanya produksi abnormal dari mediator imunitas ini akibat
dari infeksi bakteri maka hal ini memicu terjadinya kelahiran secara prematur
dan kelahiran bayi dengan LBW.
Beberapa kasus korioamnionitis yang diperiksa secara
hitologis ternyata tidaklah berkaitan dengan infeksi aktif pada saluran
genitourinaria dan kultur bakterinya pun negatif sehingga kedua hal ini
menunjukkan bahwa infeksi lokal bukan satu-satunya penyebab korioamnionitis.
Penemuan ini menimbulkan spekulasi bahwa infeksi mungkin berasal dari bagian
tubuh lainnya yang jauh dari kompleks plasenta atau berada jauh dari saluran
genitourinaria dan hal ini masih tetap dinyatakan sebagai faktor risiko bayi
PLBW. mekanismenya yaitu adanya aksi secara tidak langsung dari perpindahan
produk bakteri seperti endotoksin terutama LPS atau adanya aksi mediator
inflamasi yang dihasilkan selama masa kehamilan atau kedua-duanya.
4.
Periodontal terhadap
terjadinya bayi premature dan berat badan lahir rendah
Selain hasil penelitian melalui binatang
percobaan, Offenbacher dkk (1998) melakukan serangkaian penelitian klinis untuk
menguji hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi periodontal yang berperan
sebagai reservoir bakteri gram-negatif dapat pula mempengaruhi unti plasenta
janin. Penelitian yang pertama merupakan penelitian kasus kontrol pada 93 orang
ibu yang memiliki bayi prematur dengan berat badan lahir yang rendah, yang mana
tingkat perlekatan klinis jaringan periodontal dijadikan sebagai ukuran
kesehatan jaringan periodontal. Setelah menerapkan model regresi logistik
multivariat (merokok dan penggunaan obat-obatan, konsumsi alkohol, tingkat
perawatan medis selama kehamilan, keseimbangan gizi, infeksi genitourinaria dan
status gizi) maka diperolehlah hubungan yang signifikan secara statistik antara
penyakit peridontal dengan bayi PLBW. Setelah faktor risiko yang lainnya
disesuaikan maka penulis menyatakan bahwa ibu yang mengalami penyakit
periodontal adalah 7 kali lebih berisiko memiliki bayi prematur dengan LBW.
Berdasarkan perhitungan data maka dinyatakan bahwa 18,2% bayi PLBW untuk setiap
tahunnya mungkin disebabkan oleh penyakit periodontal.
Melalui penelitian kasus kontrol
berikutnya, offenbacher dkk, mengukur kadar PGE dan IL-1 dalam cairan
krevikuler gingiva (GCF = Gingiva Crevicular Fluid) dari 48 orang ibu yang
memiliki bayi PLBW. Selain itu, kadar 4 patogen periodontal (Bacteroides
forsythus, P. Gingivalis, Actinobacillus actinomy-cetemcomitans dan Treponema
denticola) deukur dengan menggunakan probe DNA spesifik-mikroba. Kadar PGE
dalam cairan krevikuler gingiva secara signifikan lebih tinggi pada ibu yang
memiliki bayi PLBW jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki bayi dengan berat
badan lahir normal (kontrol). Empat patogen periodontal yang seringkali
dikaitkan dengan akumulasi plak dan perkembangan penyakit periodontal ternyata
dideteksi dengan kadar yang lebih tinggi secara signifikan pada ibu yang
memiliki bayi PLBW. Selain itu, diantara ibu yang memiliki bayi PLBW ternyata
terdapat hubungan yang terbalik antara berat badan lahir (termasuk usia
kehamilan) dengan kadar PGE dalam cairan krevikuler gingiva dan hal ini
menandakan adanya hubungan respon-dosis yaitu jika kadar PGE dalam cairan
krevikuler gingiva meningkat berarti aktivitas penyakit periodontal mengalami
peningkatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya berat badan lahir.
Melalui penelitiannya yang terbaru,
offenbacher dkk menganalisis sampel darah yang diambil dari tali pusar janin
untuk mengetahui keberadaan antibodi imunoglobulin M (IgM) yang berfungsi untuk
melawan patogen periodontal. Melalui pemeriksaan bakteri pada sejumlah bayi
prematur dengan berat badan lahir rendah ternyata 33,3% memperlihatkan hasil
positif adanya IgM, sedangkan IgM pada bayi yang berat badan lahirnya normal
hanya terdeteksi sebanyak 17,9%. Dari 13 patogen periodontal yang
diikutsertakan dalam analisis, IgM yang berfungsi untuk melawan Campylobacter
rectus,P. Gingivalis dan Fusobacterium nucleatum. Meskipun bayi PLBW maupun
bayi yang berat badan lahirnya normal sama-sama memiliki IgM dalam tali
pusarnya yang berfungsi untuk melawan spesifik, namun adanya respon imun janin
tersebut menandakan bahwa infeksi periodontal selama masa kehamilan dapat
berpengaruh secara sistemik terhadap janin dalam kandungan.
5.
Mekanisme periodontal mempengaruhi kejadian kelahiran prematur
a.
Perpindahan patogen periodontal ke
bagian plasenta janin
Tak satupun organisme bakteri yang dapat
diidentifikasi pada 18% samapai 40% membran korioamniotik yang mengalami inflasi
secara histologis. Sebagai akibatnya, secar umum dinyatakan bahwa peranan
infeksi periodontal sebagai faktor risiko bayi PLBW adalah lebih cenderung
melalui perpindahan produk bakteri terutama LPS atau lebih cenderung melalui
perpindahan mediator inflamasi terutama IL-1, IL-6, TNF-Alpha, PGE jika
dibandingkan melalui penyebaran atau perpindahan bakteri anareb, sehingga
bakteri anaerob ini tidak mungkin menyebar melalui aliran darah yang mengandung
oksigen dan tidak menyebabkan infeksi secara langsung pada bagian plasenta
janin.
Meskipun demikian, satu hal yang menarik adalah mengenai bakteri F.
Nucleatum. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, IgM yang secara langsung
melawan F. Nucleatum lebih sering ditemukan dalam darah tali pusar janin dari
sampel bayi PLBW jika dibandingkan dengan IgM yang melawan bakteri jenis
lainnya. Selain itu, diantara kasus bayi PLBW yang cairan amnionnya dikultur,
ternyata hampir sepertiga dari kultur tersebut memperlihatkan kultur positif
Fusobacteriun (F. Nucleatum) jika dibandingkan dengan jenis bakteri lainnya.
Tingginya frekuensi penemuan F. Nucleatum ini bukanlah mencerminkan prevalensi
mikroflora khas yang berasal dari vaginosis. Penemuan ini menimbulkan spekulasi
bahwa prevalensi F. Nucleatum (patogen periodontal pada kasus bayi PLBW yang
kultur amnionnya positif mencerminkan adanya penyebaran F.Nucleatum secar
hematogen (melalui alairan darah) atau adanya rute infeksi ke arah atas yang
disebabkan oleh aktivitas seksual kontak oral-genital dari pasangan seksualnya.
b. Aksi reservoir
periodontal yang melapaskan LPS bakteri ke bagian plasenta janin
Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, pada kasus bayi PLBW yang mana hasil pemeriksaan
histologi dari korioamnionitisnya memperlihatkan kultur yang negatif, hal ini
menadakan bahwa infeksi lokal tidak selamanya dapat memicu mediator inflamasi
yang dapat menimbulkan kelahiran prematur. Penemuan ini menegaskan tentang
kemungkinan adanya aksi secara tidak langsung yaitu perpindahan produk
bakterial seperti endotoksin terutama LPS.
LPS dapat menstimulasi dihasilkannya prostaglandin oleh plasenta dan
korioamnion. Peningkatan konsentrasi LPS telah ditemukan dalam cairan amnion
dari kasus bayi PLBW.Secara logis dapat dinyatakan bahwa bakteri anaerob
gram-negatif yang berperan dalam periodontitis progresif merupakan reservoir
kronis LPS yang dapat menyebabkan terjadinya bayi PLBW.
c.
Aksi reservoir periodontal yang memicu pelepasan
mediator inflamasi (IL-1, IL-6, TNF alfa, PGE) ke bagian plasenta
Sitikon proinflamasi IL-1, IL-6 dan TNF-alpha menstimulasi sistesis PGE
oleh plasenta manusia dan korioamnion. Kadar sitikon ini dalam cairan amnion
seringkali mengalami peningkatan pada wanita yang memilki bayi PLBW. Sitikon
ini dapat melewati membran janin manusia dan dapat dinyatakan bahwa tingginya
konsentrasi sitikon ini adalah dipicu oleh jaringan yang mengalami
periodontitis kronis, selain itu tingginya kadar sitikon dalam plasma pasien
yang mengalami periodontitis dapat mempengaruhi bagian janin dan menyebabkan
terjadinya bayi PLBW.
6.
Kronologis terjadinya
infeksi periodontal dengan kejadian prematuritas
Infeksi yang terjadi di
intra uteri sebenarnya tidak langsung berasal dari periodontal. Penyakit
periodontal merupakan penyakit infeksi menghasilkan inflamasi gingival dan
jaringan periodontal serta kehilangan tulang alveolar yang progresif. Infeksi
periodontal diawali dan dipertahankan oleh beberapa bakteri, gram negatif
secara predominan, aerobik, dan bakteri mikroaerofilik yang berkolonisasi pada
area sub gingival. Mekanisme pertahanan host merupakan aturan main yang integral dalam patogenesis
a.
Translokasi organisme patogen
periodontal dan atau mediator inflamatori ke unit feto-plasenta
Pada awal
tahun 1990-an, Collins dkk. menyatakan hipotesis bahwa infeksi oral, seperti
periodontitis dapat bertindak sebagai sumber bakteri dan mediator inflamatori
yang dapat menyebar secara sistemik ke unit fetal-plasenta via sirkulasi darah
dan menginduksi kelahiran prematur bayi.1 Bakteri dapat menginduksi aktivasi
sel imunitas tubuh yang merangsang produksi sitokin seperti interleukin-1
(IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α);
dan pelepasan prostalglandin khusus nya prostalglandin-E2 (PGE2). Patogen
periodontal yang diduga memiliki hubungan dengan PLBW adalah Treponema
denticola, Porphyromonas gingivalis, Bacteroides forsythus dan Actinobacillus
actinomycetemcomitans (Offenbacher dkk. 1998).
Pada
kehamilan trimester kedua terjadi peningkatan jumlah bakteri anaerob gram
negatif pada plak gigi dibandingkan dengan jumlah bakteri aerob. Pada saat
kondisi oral higiena kurang baik, bakteri periodontal berakumulasi di daerah
servikal gigi dan membentuk suatu struktur yang dikenal sebagai “bacterial
biofilm”. Pada biofilm matang, bakteri menghasilkan banyak faktor
virulensi, termasuk lipopolysaccharide (LPS) yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan periodontal secara langsung atau menstimulasi host
untuk mengaktifkan respon inflamatori lokal.1 Lipopolysaccharide dapat
mengaktivasi macrophages dan sel lain yang berfungsi mensintesis dan
mensekresi molekul berspektrum luas, termasuk sitokin (IL-1β, TNF-α dan IL-6)
dan prostalglandin. Respon inflamatori lokal bertujuan untuk
mengeliminasi infeksi yang terjadi, namun dapat menyebabkan kehilangan struktur
periodontal yang lebih lanjut.
Kemampuan dari
organisme patogen periodontal dan faktor virulensinya menyebar dan merangsang
pembentukan respon inflamatori lokal dan sistemik pada host, telah
menghasilkan suatu hipotesis bahwa penyakit periodontal dapat mempengaruhi
jaringan selain jaringan periodontal. Konsep ini telah dilaporkan sebelumnya
oleh Miller pada tahun 1891.
Jika
respon imun tubuh dan neutrofil tidak mampu melokalisasi proses infeksi
(seperti respon IgG maternal rendah terhadap bakteri); kemudian bakteri dan
atau faktor virulensinya dan sitokin inflamatori akan masuk secara sistemik
melalui sirkulasi darah. Bukti klinisnya akan terlihat melalui perdarahan pada
probing dan peningkatan kedalaman saku periodontal selama kehamilan.
Keberadaan
bakteri dalam sirkulasi darah akan merangsang host membentuk respon
inflamatori berikutnya secara sistemik, terutama melalui produksi sitokin
inflamatori yang lebih banyak dan acute-phase reactants seperti C-reactive
protein. Pada akhirnya, bakteri dan atau faktor virulensinya dan sitokin
inflamatori akan mencapai plasenta; sekitar 40 persen dari semua kehamilan
dihubungkan dengan respon antibodi IgM janin terhadap organisme oral maternal.
Hal ini akan menciptakan daerah rentan bakteri yang lain dan memungkinkan
terjadinya infeksi pada plasenta, yang mengarah kepada pembentukan respon
inflamatori baru yang terlokalisasi pada hubungan feto-plasenta, berupa
peningkatan produksi sitokin inflamatori. Seperti halnya pada jaringan ikat
periodontal, sitokin yang terbentuk pada daerah ini, walaupun diproduksi dengan
tujuan melawan proses infeksi, namun juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan
ikat. Kenaikan produksi sitokin inflamatori seperti interleukin 1β dan
prostalglandin E2 juga memiliki konstribusi terhadap rupturnya membran secara prematur,
kontraksi uterus dan memicu kelahiran prematur.
Integritas
struktur plasenta sangat penting untuk pertukaran nutrisi yang normal antara
ibu dan janin. Kerusakan dari jaringan ikat plasenta ini dapat menyebabkan
gangguan perkembangan janin yang dapat memicu bayi lahir dengan berat badan
rendah. Selain itu, kerusakan struktur plasenta juga dapat menganggu aliran
darah normal antara ibu dan janin, yang mempengaruhi tekanan darah ibu hamil dan
memicu kondisi pre-eklamsia.
Pada akhirnya, bakteri periodontal
dan atau faktor virulensinya dan sitokin inflamatori akan melewati plasenta;
dan masuk ke sirkulasi janin. Bakteri periodontal dan atau faktor virulensinya
dan sitokin inflamatori akan merangsang pembentukan fetal-host-immune-response
yang baru, seperti yang dibuktikan melalui observasi kenaikan level IgM
janin terhadap bakteri patogen periodontal. Jika janin tidak dapat mengontrol
infeksi ini, akan terbuka akses bagi bakteri dan faktor virulensinya ke
berbagai jaringan ikat tubuh, merangsang respon inflamatori lokal dan sebagai
akibatnya terjadi kerusakan struktur jaringan ikat tubuh dan sistem organ
janin. Suatu keadaan dimana janin dapat atau tidak dapat bertahan hidup pada
masa perinatal adalah tergantung kepada perluasan kerusakan yang terjadi. Bagaimanapun,
bayi yang berhasil bertahan hidup akan menderita cacat yang akan mempengaruhi
kualitas hidupnya, hingga dewasa.
Dewasa ini infeksi
dipertimbangkan sebagai suatu penyebab utama dari PLBW, berperan dalam
30 persen hingga 50 persen dari semua kasus. Infeksi bakteri pada chorioamnion
atau membran ekstraplasenta dapat memicu terjadinya chorioamnionitis,
yaitu suatu kondisi yang berhubungan kuat dengan rupturnya membran secara
prematur dan kelahiran prematur. Banyak kasus menegaskan chorioamnionitis tidak
memiliki hubungan dengan infeksi traktus genitourinaria dan kultur
memperlihatkan hasil negatif; kedua hal ini menunjukkan bahwa infeksi lokal
bukan merupakan penyebab utama chorioamnionitis. Penemuan ini
memunculkan pemikiran bahwa infeksi dapat berada jauh dari kompleks plasenta
atau traktus genitourinaria; dan masih menjadi faktor resiko bagi PLBW,
sebagai akibat dari translokasi produk bakteri seperti endotoksin (lipopolysaccharide
atau LPS); atau produksi mediator inflamatori; atau keduanya.
Pada 18 persen hingga 49 persen membran chorioamniotic
yang terinflamasi, tidak ada organisme bakteri yang teridentifikasi. Hal
ini menghasilkan pemikiran bahwa peran infeksi periodontal sebagai suatu faktor
resiko terjadinya PLBW, lebih sering melibatkan translokasi produk
bakteri (khusus nya lipopolysaccharide) atau mediator inflamasi
(khususnya IL-1, IL-6, TNF-α dan PGE2) daripada
penyebaran bakteri dan translokasi bakterinya sendiri.
Suatu mekanisme yang mungkin
terjadi dalam keterkaitan antara penyakit periodontal dan kelahiran prematur
yaitu adanya mikroorganisme, endotoksinnya dan mediator inflamatori host yang
dihasilkan dapat mencapai kavitas uterin dari bagian tubuh yang letaknya jauh,
seperti rongga mulut, secara langsung atau melalui pembuluh darah dan
meningkatkan mediator inflamatori pada decidua dan membran. Mekanisme
ini dapat mengakibatkan terjadinya produksi prostalglandin atau kontraksi
uterin secara langsung yang dapat memicu dilatasi servikal. Dilatasi serviks
memungkinkan masuknya bakteri, produknya dan sitokin lebih jauh ke kavitas
uterin yang berlanjut hingga kelahiran prematur atau rupturnya membran secara
prematur.