Kamis, 27 November 2014

Hospitalisasi Anak


HOSPITALISASI PADA ANAK


PENGERTIAN
Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam Rumah Sakit atau masa selama  di Rumah Sakit itu (Dorland, 1996).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang.Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik terhadap anak itu sendiri maupun terhadap keluarga.Stres pada anak disebabkan karena mereka tidak mengerti mengapa mereka dirawat atau mengapa mereka terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Stres akibat Hospitalisasi akan menimbulkan perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun pada keluarga, hal ini akan memacu anak untuk menggunakan mekanisme koping dalam menangani  stress. Jika anak tidak mampu menangani stress dapat berkembang menjadi krisis.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES HOSPITALISASI PADA ANAK

Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak adalah :
1.      Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
2.      Berpisah dengan Keluarga
Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian, jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
3.      Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
4.      Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.
Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat dapat mengurangi stress akibat hospitalisasi dan dapat meningkatkan perkembangan anak kearah yang normal.(Whaley & Wong’s, 1999).

FAKTOR RESIKO YANG MENINGKATKAN ANAK LEKAS TERSINGGUNG PADA STRES HOSPITALISASI
1.      Temperamen yang sulit
2.      Ketidakcocokan antara  anak dengan orang tua
3.      Usia antara 6 bulan – 5 tahun
4.      Anak dengan jenis kelamin laki-laki
5.      Intelegensi dibawah rata-rata
6.      Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.
(Whaley & Wong’s, 1999)

REAKSI-REAKSI SAAT HOSPITALISASI ( SAAT DI R.S )  SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK

1.      Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi  berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu.
Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia yang lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan dengan meanagis, marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu  bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

2.      Toddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan bahwa sumber stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga “Analitic Depression”
Respon perilaku anak akibat perpisahn dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
·        Tahap Protes (Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang lain.
·        Tahap Putus Asa (Despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih dan apatis.
·        Tahap menolak (Denial/Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain serta kelihatan mulai menyukai lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur, mandi, toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit, anak  akan kehilangan kebebasan dan pandangan egosentrisnya dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan negatifistik dan agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronik) maka anak akan berespon dengan menarik diri dari hubungan interpersonal.

3.      Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain. Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya. Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari dan karena kehilangan kekuatan diri.Anak pra sekolah membayangkan bahwa dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan malu, bersalah dan takut.
Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan dan fungsi tubuh. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang dengan gangguan penglihatan atau keadaan tidak normal.
Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak memgangap bahwa tindakan dan prosedur mengancam integritas tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan depandensi.
Disamping itu anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah dari tubuhnya. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi, mengukur tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan.

4.      Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya.
Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi karena adanya  perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest, penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi roda, dll.
Anak telah dapat mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. Anak akaqn berusaha mengontrol tingkah laku pada waktu merasa nyeri atau sakit denga cara menggigit bibir atau menggengam sesuatu dengan erat.
Anak ingin tahu alas an tindakan yang dilakukan pada diri9nya, sehingga ia selalu mengamati apa yang dikatakan perawat. Anak akan merasa takut terhadap mati pada waktu tidur.

5.      Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan status dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya “privacy”.
Sakit dandirawat merupakan ancaman terhadap identitas diri, perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila anak remaja dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit atau pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak aman. Remaja akan berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan menolak orang lain.

REAKSI KELUARGA TERHADAP ANAK YANG SAKIT DAN DIRAWAT DIRUMAH SAKIT

Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam keluarga :
1.      Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak. Orang tua bereaksi  dengan tidak percaya terutama jika penyakit ananknya secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu merawat anak sehingga anak menjadi sakit

2.      Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali mencurahkan perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.

PERAN PERAWAT DALAM MENGURANGI STRES AKIBAT HOSPITALISASI

Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi :
1.      Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun.
·        Rooming In
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak bisa, sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan kontak tau komunikasi antar orang tua dan anak.
·        Partisipasi Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal : memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan pada anak atau memandikan. Perawat berperan sebagai Health Educator terhadap keluarga.
·        Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman jika berada diruang tersebut.
·        Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah dengan mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-teman sekolah, surat menyurat atau melalui telpon.
2.      Mencegah perasaan kehilangan kontrol
·        Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk bayi dan toddler, kontak orang tua – anak mempunyai arti penting untuk mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur  yang menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk membantu, mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien yang diisolasi, misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur didekat pintu atau jendela, memberi musik, dll.
·        Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan interaksi social.
Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”.
Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang telah mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal : prosedur pengobatan, latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual tersebut dibuat dengan kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.
3.      Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut, dll. Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan tubuh, misal : jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat dilakukan melalui ketiak atau axilla.
4.      Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan keluarga, tapi juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarga :
·        Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu reaksi anak terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka mereka dapat memberi support dan juga akan memperluas pandangan orang tua dalam merawat anak yang sakit.
·        Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
·        Meningkatkan Self – Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak pada usianya lebih mudah punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita.Anak yang usianya lebih besar, punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak tergantung dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan self-mastery dengan menekan kemampuan personal anak.
·        Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka akan membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu orang tua juga memperoleh kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya masalah yang sama.
5.      Memberi support pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak, membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari  perasaan dan responnya terhadap stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk mengurangi beban emosinya.
·        Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan, serta prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat.
·        Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara teratur, dll.


KESIMPULAN

Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang.Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik terhadap anak itu sendiri maupun terhadap keluarga.Stres pada anak disebabkan karena mereka tidak mengerti mengapa mereka dirawat atau mengapa mereka terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat mempengaruhi perkembangan anak.Oleh karena itu anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi sehingga masalah /dampak akibat hospitalisasi bias diminmalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar