PENGERTIAN
Hospitalisasi adalah masuknya
seorang penderita ke dalam Rumah Sakit atau masa selama di Rumah Sakit itu (Dorland, 1996).
Hospitalisasi
merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang.Khususnya hospitalisasi
pada anak merupakan stressor baik terhadap anak itu sendiri maupun terhadap
keluarga.Stres pada anak disebabkan karena mereka tidak mengerti mengapa mereka
dirawat atau mengapa mereka terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan
yang berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Stres akibat Hospitalisasi akan menimbulkan
perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun pada keluarga, hal ini akan memacu
anak untuk menggunakan mekanisme koping dalam menangani stress. Jika anak tidak mampu menangani
stress dapat berkembang menjadi krisis.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES HOSPITALISASI PADA ANAK
Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak
adalah :
1.
Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru
bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
2. Berpisah
dengan Keluarga
Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian, jauh
dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
3. Kurang
Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh
perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan kuatir akan akibat
yang mungkin timbul karena penyakitnya.
4.
Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak
merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.
Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan
mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat dapat mengurangi stress akibat
hospitalisasi dan dapat meningkatkan perkembangan anak kearah yang
normal.(Whaley & Wong’s, 1999).
FAKTOR RESIKO YANG MENINGKATKAN
ANAK LEKAS TERSINGGUNG PADA STRES HOSPITALISASI
1. Temperamen
yang sulit
2. Ketidakcocokan
antara anak dengan orang tua
3. Usia
antara 6 bulan – 5 tahun
4. Anak
dengan jenis kelamin laki-laki
5. Intelegensi
dibawah rata-rata
6. Stres
yang berkali-kali dan terus-manerus.
(Whaley & Wong’s, 1999)
REAKSI-REAKSI SAAT HOSPITALISASI
( SAAT DI R.S ) SESUAI DENGAN
PERKEMBANGAN ANAK
1. Bayi
(0-1 tahun)
Bila bayi
berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan
kasih sayangnya terganggu.
Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara
maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat
mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia yang lebih
dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal
ibunya sebagai orang yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi
“Stranger Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan
menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan dengan
meanagis, marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu bayi juga telah merasa memiliki ibunya
ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan menimbulkan “Separation
Anxiety” (cemas akan berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan
oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung
dengan kuat.
2. Toddler
(1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan
bahasa yang memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak
dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta
akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan bahwa sumber
stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas
perpisahan disebut juga “Analitic Depression”
Respon perilaku anak akibat perpisahn dibagi dalam 3
tahap, yaitu :
·
Tahap Protes
(Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis
kuat, menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar
orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak
perhatian orang lain.
·
Tahap Putus Asa
(Despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis
berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik
diri, sedih dan apatis.
·
Tahap menolak
(Denial/Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima
perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain serta kelihatan mulai
menyukai lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam
mengontrol dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur,
mandi, toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit,
anak akan kehilangan kebebasan dan
pandangan egosentrisnya dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan
menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran sakit.
Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan negatifistik dan agresif.
Jika terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronik)
maka anak akan berespon dengan menarik diri dari hubungan interpersonal.
3. Pra
Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima
perpisahan dengan orang tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya
dengan orang lain. Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari
keluarganya. Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan,
menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya berkunjung,
tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan
aktifitas sehari-hari dan karena kehilangan kekuatan diri.Anak pra sekolah
membayangkan bahwa dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan,
merasa tidak aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan
perasaan malu, bersalah dan takut.
Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan
penampilan dan fungsi tubuh. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat
seseorang dengan gangguan penglihatan atau keadaan tidak normal.
Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami
perlukaan, anak memgangap bahwa tindakan dan prosedur mengancam integritas
tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan depandensi.
Disamping itu anak juga akan menangis, bingung,
khususnya bila keluar darah dari tubuhnya. Maka sulit bagi anak untuk percaya
bahwa infeksi, mengukur tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan prosedur
tindakan lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan.
4. Sekolah
(6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan
merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut
kehilangan ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman
dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh
orang tuanya.
Pada usia ini anak berusaha independen dan
produktif. Akibat dirawat di rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan
kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut
mati dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah
sakit seperti bedrest, penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi
roda, dll.
Anak telah dapat mengekpresikan perasaannya dan
mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. Anak akaqn berusaha mengontrol tingkah
laku pada waktu merasa nyeri atau sakit denga cara menggigit bibir atau
menggengam sesuatu dengan erat.
Anak ingin tahu alas an tindakan yang dilakukan pada
diri9nya, sehingga ia selalu mengamati apa yang dikatakan perawat. Anak akan
merasa takut terhadap mati pada waktu tidur.
5. Remaja
(12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat
di rumah sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok.
Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan
status dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh
akibat yang ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya
“privacy”.
Sakit dandirawat merupakan ancaman terhadap
identitas diri, perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila anak
remaja dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam sehingga anak tidak
kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image
selama perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit atau
pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak aman. Remaja akan
berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan menolak orang lain.
REAKSI KELUARGA TERHADAP ANAK
YANG SAKIT DAN DIRAWAT DIRUMAH SAKIT
Seriusnya
penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam keluarga :
1.
Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit
dan dirawat dirumah sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang
informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa
depan anak. Orang tua bereaksi dengan
tidak percaya terutama jika penyakit ananknya secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka
akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena
tidak mampu merawat anak sehingga anak menjadi sakit
2.
Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat
dirumah sakit adalah marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali
mencurahkan perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit dibandingkan
dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak
yang sehat dan anak merasa ditolak.
PERAN PERAWAT DALAM MENGURANGI
STRES AKIBAT HOSPITALISASI
Anak
dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek
negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah
meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau
rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu
perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi :
1.
Mencegah atau
meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada anak usia kurang dari 5
tahun.
·
Rooming In
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak
bisa, sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan
kontak tau komunikasi antar orang tua dan anak.
·
Partisipasi
Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam
merawat anak yang sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal :
memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan pada anak atau
memandikan. Perawat berperan sebagai Health Educator terhadap keluarga.
·
Membuat ruang
perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi dinding memakai poster
atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman jika berada diruang tersebut.
·
Membantu anak
mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah dengan mendatangkan tutor khusus
atau melalui kunjungan teman-teman sekolah, surat menyurat atau melalui telpon.
2.
Mencegah
perasaan kehilangan kontrol
·
Physical
Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas
untuk mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk
bayi dan toddler, kontak orang tua – anak mempunyai arti penting untuk
mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur yang menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan
untuk membantu, mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus
pasien yang diisolasi, misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur
didekat pintu atau jendela, memberi musik, dll.
·
Gangguan dalam
memenuhi kegiatan sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas
dapat dilihat dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi,
toileting dan interaksi social.
Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”.
Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan
remaja yang telah mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual
kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal : prosedur pengobatan, latihan,
nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual tersebut dibuat dengan kesepakatan antara
perawat, orang tua dan anak.
3.
Meminimalkan
rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan
rasa nyeri adalah penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa
yang akan dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut,
dll. Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan
tubuh, misal : jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat
dilakukan melalui ketiak atau axilla.
4.
Memaksimalkan
manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi
anak dan keluarga, tapi juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif
antara anak dan anggota keluarga :
·
Membantu
perkembangan hubungan orang tua – anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua
untuk belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu
reaksi anak terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka mereka dapat
memberi support dan juga akan memperluas pandangan orang tua dalam merawat anak
yang sakit.
·
Memberi
kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan
anggota keluarga belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
·
Meningkatkan
Self – Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau
hospitalisasi akan memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak pada usianya
lebih mudah punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita.Anak yang
usianya lebih besar, punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak tergantung
dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan self-mastery dengan menekan
kemampuan personal anak.
·
Memberi
kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya
sebaya maka akan membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi
juga dapat dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu orang tua juga
memperoleh kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya masalah yang
sama.
5.
Memberi support
pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang
kebutuhan anak, membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan dan responnya terhadap stress
memberi kesempatan kepada orang tua untuk mengurangi beban emosinya.
·
Memberi
Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting
adalah memberikan informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan, serta
prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi
emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat.
·
Melibatkan
Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi
stress pada anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok
bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara teratur, dll.
KESIMPULAN
Hospitalisasi merupakan
pengalaman yang mengancam bagi setiap orang.Khususnya hospitalisasi pada anak
merupakan stressor baik terhadap anak itu sendiri maupun terhadap
keluarga.Stres pada anak disebabkan karena mereka tidak mengerti mengapa mereka
dirawat atau mengapa mereka terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan
yang berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat
mempengaruhi perkembangan anak.Oleh karena itu anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan
efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah
meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau
rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu
perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi sehingga masalah
/dampak akibat hospitalisasi bias diminmalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar